Satu
kenyataan pahit yang dialami oleh Ruyati seorang TKI di Arab Saudi.
Pemerintah tersentak kaget, karena pemerintah mengetahui hal itu setelah
sang TKI tewas dengan kepala terpisah dari badan alias dipenggal.
Sebuah
video pemancungan Ruyati beredar di You-tube, dimana digambarkan
seorang Ruyati berada ditengah-tengah orang banyak dan dipancung dengan
sebuah pedang. Tampak sang pemancung memancung Ruyati dengan sekali
tebasan saja. Darah sempat muncrat hingga mengenai kaki sang algojo.
Gambar
ini diambil dari seseorang dari jarak jauh, namun sebuah televisi lokal
Arab Saudi menegaskan bahwa itu memang Ruyati dan gambar Ruyati
ditampilkan sebelum berita itu ditayangkan.
Sebuah
kenyataan pahit, bagaimana seseorang yang mencari penghidupan di luar
negeri hanya untuk sesuap nasi, malah meninggal dunia secara tragis di
negeri seberang nan jauh disana.
Sebuah
potret kehidupan yang sangat pilu, pilu bagi sang Ruyati karena
mengalami pemancungan karena sampai sekarang tidak diketahui apakah
benar Ruyati yang membunuh atau Ruyati terpaksa membunuh. Tidak ada pembelaan, tidak ada pembuktian yang transparan, tidak diketahui proses hukumnya, hingga Ruyati berakhir di ujung pedang
Hukum
di Arab Saudi begitu tertutup, pemerintah Indonesia tidak sanggup untuk
memasuki yurisdiksi negara ini, atau mempertanyakan apa yang sebenarnya
terjadi di sana. Hukum di sana juga membedakan perlakuan antara
penduduk pribumi dan penduduk asing yang bekerja disana.
Begitu
bayak cerita pilu yang dialami oleh para TKI yang bekerja disana, mulai
dari perkosaan, kekerasan fisik dan mental, dan gaji yang tidak
dibayar. Sebuah fakta yang lebih miris lagi, disana masih dikenal dengan
istilah budak belian (slave).
Sebuah
tayangan di Metro-Tv menayangkan bagaimana seorang pangeran mengubur
budaknya di padang pasir hingga hanya nampak kepalanya saja, di video
lain sang pangeran menembakti kaki sang pelayan untuk menakut-nakutinya.
Sebuah
perlakuan yang tidak layak bagi sesama manusia yang seharusnya kita
angkat harkat dan martabatnya sebagai seorang manusia yang sama
derajatnya du mata Tuhan.
Tapi
sebagian orang memandang mereka sebagai "saudara" saudara yang entah
dari mana asalnya, secara ras, kita jauh berbeda, secara kebudayaan pun
kita jauh berbeda. Banyak orang yang mendefenisikan sesuatu dengan
pemikiran sempit mereka, mengharapkan orang lain mempunyai pemikiran
yang sama dengan mereka.
Hal
itu adalah sebuah pemahaman yang dangkal, dangkal karena mereka lupa
bahwa setiap orang itu memiliki pemikiran yang tentu saja berbeda.
Kita menganggap bahwa bangsa lain itu saudara, padahal belum tentu
mereka menganggap kita saudara.
Contohnya
TKI kita di Arab Saudi, kebanyakan orang Arab Saudi menganggap TKI itu
sebagai budak yang lebih rendah derajatnya, layak untuk diperkosa, atau
diperlakukan dengan cara yang tidak manusiawi. Hukum mereka juga tidak
menganggap kita sederajat dengan mereka. Kita sebagai orang asing di
negara mereka, lantas mengapa kita begitu membabi buta menganggap mereka
saudara?
Persaudaraan
itu tidak ditentukan oleh geografis atau ideologi, apakah kita lupa
kalau awal terbentuknya Amerika itu adalah para buangan dan perantauan
dari Eropa. Kemudian Amerika besar, lalu Inggris dan negara-negara Eropa
berupaya menjajah Amerika dengan memberikan pajak yang sangat tinggi?
Itulah
awal dari terjadinya perang saudara antara Amerika dan Eropa yang
akhirnya menjadikan Amerika sebagai negara merdeka. Jadi yang berperang
adalah saudra melawan saudara. Hanya saja antara perantau dengan negara
aslinya di Eropa.
Banyak
orang begitu memahami ideologi dengan membabi buta, tanpa memahami
sifat manusia sebenarnya, setiap orang mau baik, licik, jahat, ramah,
ataupun kejam pastilah ada di setiap penjuru dunia. Tanpa memandang ras
apapun dia, ideologinya apa, atau warna kulitnya.
Karena
itulah sifat kemanusiaan, setiap manusia memiliki sifat itu, maka
janganlah lagi kita menganggap sebuah ideologi sebagai tolak ukur
persaudaraan diantara kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar