Situs Radikal, "Mati Satu Tumbuh Seribu"
JAKARTA - Kementerian Kominfo mengaku telah melakukan upaya dalam menutup situs radikal dalam upaya mempersempit pemahaman yang salah tentang aksi jihad. Namun upaya tersebut masih menemui kendala karena teknologi internet yang cepat.
"Kominfo sebenarnya sudah memblokir semaksimal mungkin, tetapi jumlah baru yang muncul lebih banyak dengan perbandingan 100: 1.000. Jadi 100 situs yang sudah diblokir, muncul lagi 1.000 situs baru yang serupa," kata Kepala Humas dan Informasi Kominfo Gatot S Dewabroto, saat dihubungi okezone, Rabu (28/9/2011).
Gatot juga menambahkan, pemerintah tidak bisa sembarangan dalam menutup situs radikal karena perlu adanya langkan verifikasi sebelumya. Menurutnya, ada tiga poin yang harus diperhatikan dalam memverifikasi sebuah aduan situs berbahaya, antara lain :
1. Situs aduan atau yang ditemukan sesuai dengan bentuk pelanggaran yang termuat pada UU ITE atau melanggar hukum yang terdapat pada UU lain seperti KUHP dan KUHAP.
2. Jika situs tersebut samar-samar (belum bisa dipastikan secara jelas), maka pemerintah akan bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan kalangan akademisi untuk membantu penetapan, berdasarkan teori maupun pandangan mereka mengenai situs radikal.
3. Apa yang menjadi perhatian masyarakat atau keresahan yang terjadi di kalangan masyarakat, mengenai situs berbahaya.
Setelah ketiganya dilakukan, maka proses pemblokiran baru bisa dilakukan oleh pemerintah. Gatot menegaskan kembali alasan pemerintah tidak boleh sembarangan dalam memblokir sebuah situs, karena jika semua situs ditutup tanpa adanya langkah verifikasi, maka pemerintah akan disalahkan penghalangan informasi bagi masyarakat.
"Kami tidak ingin disalahkan jika sembarangan menutup situs tanpa di verifikasi sebelumnya, sebab itu akan membatasi kebebasan pers dan dapat dikatakan membungkam kebebasan informasi bagi masyarakat," simpulnya.